KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat, karunia serta hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Akhlak Tasawuf “Tasawuf Akhlaki, Tasawuf Amali dan Tasawuf Falsafi” ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari para
pembaca untuk perbaikan selanjutnya. Dan semoga makalah kami ini bermanfaat
bagi semua pembaca. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Medan, 1 Desember
2014
Hormat kami,
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. !
DAFTAR ISI........................................................................................................................... !!
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
I.
Latar
Belakang............................................................................................................. 1
II.
Rumusan
Masalah......................................................................................................... 1
III.
Tujuan
Penulisan........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
A.
Tasawuf Akhlaki.......................................................................................................... 2
B.
Tasawuf Amali............................................................................................................. 6
C.
Tasawuf Falsafi............................................................................................................ 7
BAB III PENUTUP............................................................................................................... 10
I.
Kesimpulan................................................................................................................. 10
II.
Saran........................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Tasawuf sebagai ajaran pembersihan hati dan jiwa memiliki
sejarah perkembangan dari masa ke masa. Dalam sejarah perkembangannya, para
ahli tasawuf membagi tasawuf menjadi
dua, yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku dan tasawuf yang
mengarah pada teori-teori rumit yag memerlukan pemahaman mendalam.
Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah
pertama sering disebut dengan tasawuf akhlaki dan imani. Ada yang menyebutkan sebagai
tasawuf yang banyak dikembangkan kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi
ke arah kedua disebut tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para
sufi yang berlatar belakang sebagai filosof disamping sebagai sufi.
Disini pemakalah mencoba memaparkan pembahasan mengenai tasawuf akhlaki, tasawuf imani dan tasawuf falsafi.
Disini pemakalah mencoba memaparkan pembahasan mengenai tasawuf akhlaki, tasawuf imani dan tasawuf falsafi.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan tentang tasawuf akhlaki!
2. Jelaskan tentang tasawuf amali!
3. Jelaskan tentang tasawuf falsafi!
III.
TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui tentang tasawuf akhlaki.
2. Untuk mengetahui tentang tasawuf amali.
3. Untuk mengetahui tentang tasawuf falsafi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. TASAWUF AKHLAKI
Pengertian Tasawuf Akhlaki
Kata “tasawuf” dalam bahasa Arab adalah bisa
“membersihkan” atau “saling membersihkan”. Kata “membersihkan” merupakan kata
kerja yang membutuhkan objek. Objek tasawuf adalah akhlak manusia.
Kemudian kata “ahlaq” juga berasal dari bahasa
Arab yang secara bahasa bermakna “pembuatan” atau “penciptaan”. Dalam konteks
agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabiat, adab, atau tingkah laku. Menurut
Imam Ghazali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang
melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun
pertimbangan.
Jadi, jika kata “tasawuf” dengan kata “akhlak”
disatukan, akan terbentuk sebuah frase yaitu tasawuf akhlaki. Secara etimologi,
tasawuf akhlaki ini bermakna membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan
tingkah laku.[1]
Sistem Pembinaan Akhlak
Dalam tasawuf akhlaki, sistem pembinaan akhlak
disusun sebagai berikut:
1. Takhalli
Merupakan langkah pertama yang harus dijalani seseorang, yaitu usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Hal ini dapat tercapai dengan menjatuhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.
Merupakan langkah pertama yang harus dijalani seseorang, yaitu usaha mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Hal ini dapat tercapai dengan menjatuhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.
2. Tahalli
Adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli ini dilakukan setelah jiwa dikosongkan dari akhlak-akhlak jelek.
Adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli ini dilakukan setelah jiwa dikosongkan dari akhlak-akhlak jelek.
3. Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, rangkaian pendidikan akhlak disempurnakan pada fase tajalli. Tahap ini termasuk penyempurnaan kesucian jiwa. Para sufi sependapat bahwa tingkat kesempurnaan kesucian jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, rangkaian pendidikan akhlak disempurnakan pada fase tajalli. Tahap ini termasuk penyempurnaan kesucian jiwa. Para sufi sependapat bahwa tingkat kesempurnaan kesucian jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu.
Karakteristik
Tasawuf Akhlaki
Adapun ciri-ciri tasawuf akhlaki antara lain:
1. Melandaskan diri pada Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam ajaran-ajarannya,
cenderung memakai landasan Qur’ani dan Hadis sebagai kerangka pendekatannya.
2. Kesinambungan antara hakikat dengan syariat, yaitu keterkaitan antara
tasawuf (sebagai aspek batiniahnya) dengan fiqh (sebagai aspek lahirnya).
3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antartuhan dan manusia.
4. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan pengobatan
jiwa dengan cara latihan mental (takhalli, tahalli, dan tajalli).
5. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat. Terminologi-terminologi
yang dikembangkan lebih transparan.
Tokoh-Tokoh Tasawuf Akhlaki
1. Hasan Al-Bashri
Bernama lengkap Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar.
Adalah seorang zahid yang amat mashyur di kalangan tabi’in. Ia lahir di Madinah
pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada 110 H (728 H).
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri sebagai berikut:
Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri sebagai berikut:
·
Perasaan takut yang menyebabkan hatimu
tenteram lebih baik daripada rasa tenteram yang menimbulkan perasaan takut.
·
Dunia adalah negeri tempat beramal.
Barangsiapa bertemu dunia dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan berbahagia
dan memperoleh faedah darinya. Barangsiapa bertemu dunia dengan perasaan rindu
dan hatinya tertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan
penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.
·
Tafakur membawa kita pada kebaikan dan
berusaha mengerjakannya.
·
Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah
bungkuk dan beberapa kali ditinggal mati suaminya.
·
Orang yang beriman akan senantiasa berdukacita
pada pagi dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut, yaitu takut
mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal
serta bahaya yang akan mengancam.
·
Hendaklah setiap orang sadar akan kematian
yang senantiasa mengancamnya, hari kiamat yang akan menagih janjinya.
·
Banyak dukacita di dunia memperteguh semangat
amal saleh.
Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan
Al-Bashri, Muhammad Mustafa, guru besar filsafat Islam menyatakan bahwa tasawuf
Hasan Al-Bashri didasari oleh rasa takut siksa Tuhan di dalam neraka. Setelah
di teliti, ternyata bukan perasaan takut yang mendasari tasawufnya tetapi
kebesaran jiwanya akan kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari
tasawufnya.
2. Al-Muhasibi
Bernama lengkap Abu ‘Abdillah Al-Harits bin Asad
Al-Bashri Al-Baghdadi Al-Muhasibi. Beliau lahir di Bashrah, Irak, tahun 165 H
(781 M) dan meninggal tahun 243 H (857 M).
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
a. Makrifat
Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan makrifat sebagai
berikut:
a)
Taat.
b)
Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari
oleh cahaya yang memenuhi hati.
c)
Khazanah-khazanah keilmuan dan keghaiban kepda
setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas.
d)
Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh
sementara sufi dengan fana’ yang menyebabkan baqa’.
b. Khauf dan Raja’
Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’
(pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan
jiwa. Kahuf dan raja’ dapat dilakukan dengan sempurna hanya dengan berpegang
teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah.
3. Al-Ghazali
Bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ta’us
Ath-Thusi Asy-Syafi’i Al-Ghazali. Beliau dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan
di kampung Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran tahun 450 H (1058 M).
Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Dalam tasawufnya Al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang
berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW ditambah dengan doktrin
Ahlu As-Sunnah wa Al-Jamaah.
Menurut Al-Ghazali jalan menuju tasawuf baru dapat dicapai dengan mematahkan hambatan-hambatan jiwa serta membersihkan diri dari moral yang tercela sehingga kalbu dapat lepas dari segala sesuatu yang selain Allah SWT dan berhias dengan selalu mengingat Allah SWT.
Al-Ghazali menolak paham hulul dan ittihad. Untuk itu, ia menyodorkan paham baru tentang makrifat yaitu pendekatan diri kepada Allah SWT. Jalan menuju makrifat adalah perpaduan ilmu dan amal, sementara buahnya adalah moralitas. Ringkasnya, makrifat menurut Al-Ghazali adalah diawali dalam bentuk latihan jiwa lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan dan keadaan.
Al-Ghazali juga menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa, sehingga sampai pada makrifat yang membantu menciptakan (sa’adah).
Menurut Al-Ghazali jalan menuju tasawuf baru dapat dicapai dengan mematahkan hambatan-hambatan jiwa serta membersihkan diri dari moral yang tercela sehingga kalbu dapat lepas dari segala sesuatu yang selain Allah SWT dan berhias dengan selalu mengingat Allah SWT.
Al-Ghazali menolak paham hulul dan ittihad. Untuk itu, ia menyodorkan paham baru tentang makrifat yaitu pendekatan diri kepada Allah SWT. Jalan menuju makrifat adalah perpaduan ilmu dan amal, sementara buahnya adalah moralitas. Ringkasnya, makrifat menurut Al-Ghazali adalah diawali dalam bentuk latihan jiwa lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan dan keadaan.
Al-Ghazali juga menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa, sehingga sampai pada makrifat yang membantu menciptakan (sa’adah).
4. Al-Qusyairi
Bernama lengkap ‘Abdu Karim bin Hawazin, lahir tahun 376
H di Istiwa, kawasan Nishafur dan wafat tahun 465 H.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
·
Mengembalikan tasawuf ke landasan Ahlussunnah.
·
Kesehatan batin.
·
Penyimpangan para sufi.[2]
B. TASAWUF AMALI
Pengertian Tasawuf Amali
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas
tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf amali adalah
seperti yang dipraktekan di dalam kelompok tarekat, dimana dalam kelompok ini
terdapat sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan petujuk dari seorang guru
tentang bacaan dan amalan yang harus di tempuh oleh seorang sufi dalam mencapai
kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan langsung dengan Allah. Setiap
kelompk tarekat memiliki metode, cara dan amalan yang berbeda satu sama lain.
Berikut macam-macam maqom yang harus dilalui seorang sufi, yaitu:
·
Al-Maqamat
Untuk mencapai tujuan tasawuf seseorang harus menempuh
jalan yang panjang dan berat, perjalanan panjang dan berat tersebut dapat di
pelajari melalui tahapan-tahapan tertentu atau yang biasa disebut dengan
istilah al-Maqamat (stasiun=tahap-tahap). Perjalanan panjang itu dibagi kepada
7 macam, yaitu: Al-Taubah, Al-Wara’, Al-Zuhd, Al-Shabr, Al-Tawakkal dan
Al-Ridho.
·
Al-Ahwal
Al-Ahwal adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seseorang
sebagai karunia Allah, bukan dari usahanya.
Mengenai jumlah dan formasi al-Ahwal ini sebagian besar
sufi berpendapat ada delapan, yaitu: Al-Muraqabah, Al-Khauf, Al-Raja’,
Al-Syauq, Al-Uns, Al-Thoma’ninah, Al-Musyahadah dan Al-Yakin.[3]
Tokoh-Tokoh Tasawuf Amali
1) Rabiah Al-Adawiah
Bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-Qaisiyah.
Lahir tahun 95 H (713 H) di suatu perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan
wafat tahun 185 H (801 M).
Rabiah Al-Adawiah dalam perkembangan mistisisme dalam Islam tercatat
sebagai peletak dasar tasawuf berasaskan cinta kepada Allah SWT.
2) Dzu Al-Nun Al-Mishri
Bernama lengkap Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Lahir di Ikhkim, daratan
tinggi Mesir tahun 180 H (796 M) dan wafat tahun 246 H (856 M).
Al-Mishri membedakan ma’rifat menjadi dua yaitu ma’rifat sufiah adalah pendekatan menggunakan pendekatan qalb dan ma’rifat aqliyah adalah pendekatan yang menggunakan akal. Ma’rifat menurutnya sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab maa’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia.
Al-Mishri membedakan ma’rifat menjadi dua yaitu ma’rifat sufiah adalah pendekatan menggunakan pendekatan qalb dan ma’rifat aqliyah adalah pendekatan yang menggunakan akal. Ma’rifat menurutnya sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati), sebab maa’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia.
3) Abu Yazid Al-Bustami
Bernama lengkap Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Syarusan Al-Bustami. Lahir
di daerah Bustam (Persia) tahun 874 M dan wafat tahun 947 M.
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana dan baqa. Dalam istilah
tasawuf, fana diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Dan fana berarti
mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah.
4) Abu Manshur Al-Hallaj
Bernama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husain bin Mashur bin Muhammad
Al-Baidhawi. Lahir di Baida sebuah kota kecil di daerah Persia tahun 244 H (855
M)
Diantara ajaran tasawufnya yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat
Asy-Syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdad al-wujud (kesatuan wujud) yang
di kembangkan Ibnu Arabi.
C. TASAWUF FALSAFI
Pengertian dan Perkembangan Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya.
Berbeda dengan tasawuf akhlaki, tasawuf falsafi menggunakan terminologi
filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi tersebut berasal dari
bermacam-macam ajaran filsafat yang telah memengaruhi para tokohnya.
Menurut At-Taftazani, tasawuf falsafi mulai
muncul dalam khazanah Islam sejak abad keenam Hijriah, meskipun para tokohnya
baru dikenal setelah seabad kemudian. Sejak saat itu, tasawuf jenis ini terus
hidup dan berkembang terutama di kalangan para sufi yang juga filsuf, sampai
menjelang akhir-akhir ini.
Menurut At-Taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.
Menurut At-Taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.
Tokoh-Tokoh
Tasawuf Falsafi
1)
Ibnu Arabi
Bernama
lengkap Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah Ath-Tha’i Al-Haitami. Lahir
di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol tahun 560 M. Di antara karya
monumentalnya adalah Al-Futuhat Al-Makiyyah yang di tulis tahun 1201, dan masih
banyak karya lainnya.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
a)
Wahdat Al Wujud
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdat al-wujusd (kesatuan wujud). Menurut Ibnu Arabi wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya adalah wujud Khaliq.
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdat al-wujusd (kesatuan wujud). Menurut Ibnu Arabi wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya adalah wujud Khaliq.
b)
Haqiqah Muhammadiyyah
Ibnu Arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam ini tidak bisa dipisahkan dari ajaran Haqiqah Muhammadiyyah atau Nur Muhammad. Menurutnya, tahapan-tahapan kejadian proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, wujud tuhan sebagai wujud mutlak yaitu dzat yang mandiri dan tidak berhajat kepada suatu apapun.
Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyyah sebagai emansi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan dan dari sini muncul segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya.
Ibnu Arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam ini tidak bisa dipisahkan dari ajaran Haqiqah Muhammadiyyah atau Nur Muhammad. Menurutnya, tahapan-tahapan kejadian proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, wujud tuhan sebagai wujud mutlak yaitu dzat yang mandiri dan tidak berhajat kepada suatu apapun.
Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyyah sebagai emansi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan dan dari sini muncul segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya.
c)
Wahdatul Adyan
Adapun yang berkenaan dengan konsepnya wahdat al-adyan (kesamaan agama), Ibnu Arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyyah. Konsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah.
Adapun yang berkenaan dengan konsepnya wahdat al-adyan (kesamaan agama), Ibnu Arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyyah. Konsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah.
2)
Al-Jili
Bernama lengkap ‘Abdul Karim bin Ibrahim
Al-Jili. Lahir pada tahun 1365 M di Jilan (Gilan) sebuah provinsi di sebelah
selatan Kaspi dan wafat tahun 1417 M.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
a)
Insan Kamil
Ajaran tasawuf Al-Jili yang terpenting adalah paham insan kamil (manusia sempurna). Menurut Al-Jili, insan kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan Tuhan dengan insan kamil adalah bagaikan cermin di mana seseorang tidak akan dapat melihat bentuk dirinya sendiri, kecuali melalui cermin itu.
Ajaran tasawuf Al-Jili yang terpenting adalah paham insan kamil (manusia sempurna). Menurut Al-Jili, insan kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan Tuhan dengan insan kamil adalah bagaikan cermin di mana seseorang tidak akan dapat melihat bentuk dirinya sendiri, kecuali melalui cermin itu.
b)
Maqamat (Al-Martabah)
Al-Jili merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui
seorang sufi, yang menurut istilahnya ia sebut al-martabah (jenjang atau
tingkat). Tingkat-tingkat itu adalah: islam, iman, shalah, ihsan, syahadah,
shiddiqiyah, dan qurbah.[4]
3)
Ibnu Sab’in
Bernama
lengkap ‘Abdul Haqq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr, ia dilahirkan tahun 614 H
(1217-1218 M) di kawasan Murcia.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
a)
Kesatuan Mutlak
Ibnu Sab’in adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosof, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensial pahamnya sederhana saja, yaitu wujud adalah satu alias wujud Allah semata.
Ibnu Sab’in adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosof, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensial pahamnya sederhana saja, yaitu wujud adalah satu alias wujud Allah semata.
b)
Penolakan Terhadap Logika Arisotelian
Paham Ibnu Sab’in tentang kesatuan mutlak telah mebuatnya
menolak logika Aristotelian. Oleh karena it dalam karyanya “Budd Al-‘Arif” ia
berusaha menyusun suatu logika baru yang bercorak iluminatif, sebagai pengganti
logika yang berdasarkan pada konsepsi jamak. Ibnu Sab’in berpendapat bahwa
logika barunya tersebut, yang dia sebut juga dengan logika pencapaian kesatuan
mutlak, tidak termasuk kategori logika yang bisa dicapai dengan penalaran,
tetapi termasuk penalaran Ilahi yang membuat manusia bisa melihat yang belum
pernah dilihatnya maupun mendengar apa yang belum di dengarnya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
·
Tasawuf akhlaki adalah membersihkan tingkah
laku atau saling membersihkan tingkah laku. Tokoh-tokohnya yaitu Hasan
Al-Bashri, Al-Muhasibi, Al-Qusyairi dan Al-Ghazali.
·
Tasawuf amali adalah tasawuf yang membahas
tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tokoh-tokohnya adalah
Rabiah Al-Adawiyah, Abu Yazid Al-Bustami, Dzu Al-Nun Al-Mishri, dan Abu Manshur
Al-Hallaj.
·
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional pengasasnya.
Tokoh-tokohnya adalah Ibnu Arabi, Al-Jili dan Ibnu Sab’in.
SARAN
Dalam memahami
makalah yang sangat jauh dari kesempurnaan ini, Alhamdulillah telah selesai
kami susun. Semoga bisa memberi pengetahuan baru tentang “Tasawuf Akhlaki, Tasawuf Imani dan Tasawuf
Falsafi” kepada semua pembaca makalah ini.
Untuk perbaikan makalah ini, sudi kiranya dosen pembimbing serta para pembaca
memberikan kritik dan saran yang mendukung terhadap makalah ini agar kami bisa
lebih baik di masa yang akan datang. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Ahmad Bangun. 2013. Akhlak Tasawuf.
Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Solihin, Muhammad. 2011. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Anwar, Rosihun. 2011. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV
Pustaka setia.
Miswar. 2013. Akhlak Tasawuf. Bandung: Citapustaka
Media Perintis.
izin copas ya , alhamdulilah sangat bermanfaat
BalasHapusSaya juga izin share
Hapus